This my favor story collection. My mom took from many source ^o^ Let`s enjoy to read....

My Photo
Name:
Location: Nagaoka, Niigata-Ken, Japan

Previous Posts Daily Reads/Friends

Hi, I`m Fayza Nirwasita and Himeriko Awahita. Fayza called caca, borned at July,9th 2002 at Hermina,Depok-Jakarta. Himeriko called hime, borned at March,13th 2007 at Niseki Hospital-Nagaoka,Japan. Now we grew up at Nagaoka-Japan while my lovely papamama studied here.

Kalau kita mau belajar mengalihkan pandangan kita ke dalam diri sendiri, mau mengenal keadaan hati dan pikiran sendiri secara jujur, akan tampaklah bahwa selain kejam, kita pun munafik-munafik besar. Mulut bicara tentang saling kasih antar manusia, namun mata memandang penuh iri dan benci, tangan dikepal siap saling hantam, hanya untuk memperebutkan uang, kedudukannya, nama dan juga memperebutkan... kebenaran bukan lain hanyalah kebenaran diri sendiri masing-masing dan karenanya menjadi kebenaran palsu.KPH

Powered by Blogger

Thursday, February 08, 2007

Belajar dari Keledai

Di sebuah desa, seorang petani kehilangan keledainya. Capek mencari, dia
tak temukan juga keledai itu. Tapi, ketika dia lelah mencari dan duduk di
bagian belakang rumah, samar telinganya mendengar ringkik memelas dari
keledainya. Suara itu lirih, sedih. Tapi di mana? Dan kenapa suara itu
bergema?

Beringsut, petani itu mencari sumber suara. Dan, jauh di belakang rumah,
di dalam sumur kering yang tak terpakai, dia temukan keledainya, bergerak
gelisah, memekik. Petani tua itu tak tahu harus berbuat apa. Menarik
keledai ke atas, tentu dia tidak kuat. Juga bagaimana menariknya? Lama
berpikir, akhirnya dia pun pasrah. "Keledai itu telah tua, dan sumur itu
terlalu berbahaya jika dibiarkan saja," batinnya.

Ia pun memutuskan untuk mengubur si keledai di sumur itu. Dengan mengajak
beberapa tetangga, dia mulai mengayuh sekop dan melemparkan timbunan tanah
ke dalam sumur. Ditutupinya telinga, agar tak mendengar pekikan keledai
yang seperti kehilangan harapan, dan dia meminta tetangga mempercepat
menimbun tanah ke sumur. "Kian cepat, makin lekas tangisan keledai itu
hilang," pikirnya.

Dan benarlah. Tak lama, tak terdengar lagi suara keledai dari dalam sumur.
Karena menyangka sudah tertimbun, dia dan tetangga melongok ke dalam
sumur.

Tapi, pemandangan di bawah begitu mengagetkan mereka. Takjub. Terpukau.

Ternyata, keledai itu masih segar-bugar, dan sibuk menggoyang-goyangkan
badannya. Setiap satu sekop tanah jatuh menimpa tubuhnya, keledai itu akan
menggoyangkan punggunya, menggugurkan timbunan tanah itu. Dan setelah
tanah turun, keledai akan memijaknya, menjadikan titik tumpu. Menyadari
hal itu, kian bersemangat petani dan para tetangga menimbunkan tanah.
Keledai terus saja mengibaskan tubuhnya, dan bergerak naik seiring tanah
yang kian banyak memenuhi sumur. Dan tak sampai setengah hari, sumur itu
pun mulai penuh tanah, dan keledai itu meringkik, meloncati bibir sumur,
dan berlari. Pergi.

Kehidupan, akan terus menuangkan tanah dan kotoran kepadamu. Hanya ada
satu cara untuk keluar dari kotoran --kesedihan, masalah, cobaan, dan
lainnya itu, yakni dengan menggerakkan tubuhmu, membuang segala kotoran
itu dari pikiran dan hatimu. Dengan cara itulah, kamu dapat menjadikan
semua masalah sebagai pijakan, melompati sumur kesengsaraan. Keledai itu
memberi contoh terbaik. Dan tak ada salahnya, kita belajar dari keledai.


| bibipbondry posted at 7:16 PM |


1 Comments:
Blogger Akira's Blog commented at 10:21 AM~  

Setujuuuuuu. Ceritanya bagus tuh. Yuuuup, kita kan emang gak boleh ngalah ya, dg semua "cobaan" itu. Dah sering sih, nangis.... tapi teteb, kita harus "bergerak" :D

Pakabar mbak?? ;)

Want to Post a Comment?

Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com