Thursday, May 24, 2007
Pengatin Kappa
Pada jaman dahulu hiduplah seorang ayah bersama tiga anak perempuannya. Pada suatu tahun, sawah-sawah mengering seluruhnya karena kemarau terus berkepanjangan. “Wah, kalau keadaan ini terus berlanjut, padi-padi akan mati. Siapa yang bisa mengalirkan air ke sawah ini, akan kuserahi salah satu anak perempuanku.” Sang Ayah berkata-kata sendiri sambil berdiri di pematang sawah. Lantas, terdengar bunyi kecipak air dari arah sungai dan muncullah Kappa. “Aku akan mengairi sawah-sawah ini. Tapi, apakah kamu benar-benar akan memberikan anak perempuanmu?” “Ya, kalau bisa mengairi, tolong lakukanlah. Aku akan menyerahkan seorang putriku.” “Baik, jangan lupa janjimu.” Kappa tertawa terkekeh-kekeh. Lalu ia kembali ke dalam sungai. Keesokan paginya, si Ayah pergi ke sawah. Ia terkejut, sawah-sawah telah penuh dengan air. Ayah segera pulang ke rumah. Tetapi saat mengingat janjinya dengan Kappa, ia merasa tidak sampai hati bertemu dengan anak-anak gadisnya. Lalu, ia menyelimuti tubuhnya dengan selimut dan tidur.
Ia tidak bangun meskipun waktu makan telah tiba. Anak gadis nya yg tertua membangunkannya:
“Ayah, ayo bangun lalu makan.”
“Aku tidak mau makan.”
“Kenapa tidak makan apakah ayah sedang tidak enak badan?"
Karena anak gadis tertuanya itu bertanya terus menerus,
Ayah lantas berkata, “Aku berjanji akan menyerahkan salah satu
anak perempuanku pada Kappa yang telah mengairi sawah. Ayo
kamu jadi pengantin Kappa!
Mendengar hal ini, si anak gadis tertua berkata, “Tidak!
Memangnya siapa yang mau menikah dengan Kappa?"Ia menyepak bantal dan pergi tergopoh-gopoh.
“Wah, susah kalau begini….” Ayah menyelimuti tubuhnya dan tidur lagi.
Lalu putrinya yang kedua datang untuk membangunkannya.
"Ayah ayo bangun lalu makan.”
"Aku tidak mau makan."
"Kenapa tidak makan? Apakah Ayah sedang tidak enak badan?"
Karena putri keduanya bertanya terus menerus maka ia
berkata, “Aku berjanji akan menyerahkan salah satu
anak perempuanku pada Kappa yang telah mengairi sawah. Ayo
kamu jadi pengantin Kappa!
Mendengar hal ini, si putri kedua beerteriak"Tidak!" dan iapun pergi dengan tergopoh2.
“Wah, susah kalau begini….” Ayah menyelimuti tubuhnya kembali
dan tidak mau bangun lagi. Tak lama kemudian putri bungsunya pun membangunkannya:
“Ayah, ayo bangun lalu makan.”
"Aku tidak mau makan."
"Kenapa tidak makan? Apakah Ayah sedang tidak enak badan?"
Karena putri ketiganya bertanya terus menerus maka ia
berkata, “Aku berjanji akan menyerahkan salah satu
anak perempuanku pada Kappa yang telah mengairi sawah. Ayo
kamu jadi pengantin Kappa!
Mendengar hal ini, si anak perempuan ketiga berkata,"Janji harus ditepati. Aku mau menikah dengan Kappa jadi ayo makan, Yah!”
Akhirnya ayah bangun dan makan.
Lantas ayah bertanya kepada putrinya yang ketiga ini.
“Aku mau mempersiapkan pernikahan, barang apa yang bagus?”
“Saya ingin membawa seratus wadah dari buah labu, Ayah.”
“Baik, seratus wadah dari buah labu ya ”
Ayah berjalan mengelilingi desa dan mengumpulkan seratus wadah dari buah labu dan membungkusnya dgn kain.
Datanglah Kappa yang berupa pemuda untuk membawa gadisnya.
Dua kakak perempuannya keluar dan berujar " aih,meskipun ia adalah Kappa, ternyata wajahnya tampan."
Si putri bungsu yang menjadi pengantin ditarik tangannya oleh pemuda yg memikul bungkusan di bahunya.
Setibanya di rawa besar yang ada di balik gunung, si da berkata dengan gembira dan penuh semangat. “Nah, kita telah tiba di rumah. Ayo masuk kedalam rawa bersamaku” Lantas, si gadis melemparkan bungkusan itu ke dalam rawa dan berteriak. “Bawakan dulu barang-barang pernikahannya.” Kappa memberi isyarat ‘itu sih, mudah saja!’ lalu melompat ke dalam rawa dan tapi, kalau wadah yang di sana ditenggelamkan, yang di sini langsung naik lagi ke permukaan. Kalau di sini ditengdi sebelah sana langsung mengapung ke permukaan. Pemuda itu berjuang hebat. Eh, tahu2 ia telah kembali ke Kappa, sosok aslinya, sambil terus berusaha menenggelamkan wadah dari buah labu itu. Tetapi wadah itu terus naik ke permukaan. Kappa belum juga berhasil menenggelamkannya.
Tetapi wadah itu terus naik ke permukaan. Kappa belum juga berhasil menenggelamkannya. Kappa merasa sangat kelelahan, lalu menghela nafas dan berkata. “Wah, ternyata memang tidak bisa beristrikan manusia. Bagi Kappa, isteri dari bangsa Kappalah yg paling baik."
Byur! Byur! Kappa menyelam ke dalam rawa. Ayah merasa sangat gembira karena putri bungsunya pulang dengan selamat. Putri bungsunya itu mewarisi rumah dan sang ayah hidup dengan tenang sampe akhir hayatnya.
Cerita diambil dari kumpulan tugas akhir Shito Naoko, Tokyo Univ of Foreign Students
0 Comments:
Want to Post a Comment?