This my favor story collection. My mom took from many source ^o^ Let`s enjoy to read....

My Photo
Name:
Location: Nagaoka, Niigata-Ken, Japan

Previous Posts Daily Reads/Friends

Hi, I`m Fayza Nirwasita and Himeriko Awahita. Fayza called caca, borned at July,9th 2002 at Hermina,Depok-Jakarta. Himeriko called hime, borned at March,13th 2007 at Niseki Hospital-Nagaoka,Japan. Now we grew up at Nagaoka-Japan while my lovely papamama studied here.

Kalau kita mau belajar mengalihkan pandangan kita ke dalam diri sendiri, mau mengenal keadaan hati dan pikiran sendiri secara jujur, akan tampaklah bahwa selain kejam, kita pun munafik-munafik besar. Mulut bicara tentang saling kasih antar manusia, namun mata memandang penuh iri dan benci, tangan dikepal siap saling hantam, hanya untuk memperebutkan uang, kedudukannya, nama dan juga memperebutkan... kebenaran bukan lain hanyalah kebenaran diri sendiri masing-masing dan karenanya menjadi kebenaran palsu.KPH

Powered by Blogger

Tuesday, August 09, 2005

Tupai Yang Nakal

Sekali waktu hidup seekor tupai. Ia rakus dan pemalas. Bersama neneknya ia
tinggal di sebuah gubuk kecil di pinggir hutan.
"Nenek sekarang sudah tidak kuat lagi bekerja di ladang. Mulai sekarang
cucuku, kau harus menggali tanah, menyebar benih, merawatnya dan kalau sudah
tiba masa panen kau harus menuainya."
Tupai nakal ini mengangguk setuju, tetapi ia terlalu malas untuk mengerjakan
perintah neneknya. Setiap hari, neneknya menyangka ia sibuk bekerja di
ladang, padahal ia bermain-main bersama teman-temannya.

Segera waktu untuk menanam kacang datang. Sang tupai meminta kepada neneknya
untuk memberinya beberapa benih kacang untuk ditanam, dan setiap pagi ia
berangkat ke ladang membawa benih-benih itu. Tetapi benih-benih itu tidak
ditanamnya melainkan dimakan, dan tupai nakal ini tidak pernah menanam benih
sekalipun.

Suatu ketika neneknya berkata bahwa ia akan ikut bersama cucunya untuk
melihat bagaimana tanaman kacang mereka tumbuh. Tupai nakal ini bingung,
namun ia ingat bahwa tetangganya, yang sedang pergi ke pasar hari itu
memiliki kebun kacang yang subur.
"Ah, tentu saja, Nek," katanya. "Mari kita pergi."
Neneknya kagum akan kesuburan kebun kacang milik tetangganya itu. Ia pikir
kebun itu adalah hasil kerja cucunya. Dan tupai yang nakal ini menyombongkan
diri kepada neneknya bahwa semua ini adalah hasil kerjanya.

Akhirnya tibalah saat panen. Sekarang si tupai benar-benar merasakan
kesulitan. Ia tidak punya sebutir kacang pun untuk dituai. Ia berpikir keras
dan memutuskan untuk mencuri dari kebun tetangganya, saat mereka berhenti
bekerja pada suatu siang.

Tetapi petani tetangganya tahu akan apa yang akan terjadi.
Ia kemudian membuat jebakan untuk menjebak tupai itu. Ia mengambil labu yang
besar dan dilumurinya dengan lem, dan diletakkan di tengah-tengah ladang. Di
panas siang hari, labu itu akan sangat lengket.
Tak lama kemudian sang tupai datang sambil berlari-lari. Ia memikirkan
tentang makanan enak dari kebun petani.
Di tengah ladang ia melihat labu itu.
"Siapa itu," katanya pada dirinya sendiri. Dan ia berlari menuju ke labu itu
dengan marah.
"Siapa kamu dan apa yang kamu lakukan di sini?" bentaknya pada labu itu,
tetapi tidak ada jawaban.
"Siapa kamu?" jeritnya. "Katakan padaku sekarang juga, tolol! Atau aku pukul
dan aku tendang."

Tetapi tentu saja labu itu tidak berkata sepatah pun juga.
Tupai itu marah sekali dan menendang si labu. Alangkah tekejutnya ia sewaktu
merasa kakinya tidak dapat ia lepaskan.
"Lepaskan aku!" jeritnya dan ia memukul labu itu. Kali ini tangannya melekat
pada lem itu.
Sepanjang hari tupai itu melekat erat pada labu itu. Ia sangat kelaparan dan
kehausan. Akhirnya ketika senja tiba, si petani datang ke ladangnya.
"Ho, ho," tawanya, ketika ia melihat si tupai melekat erat pada labu.
"Maling itu akhirnya tertangkap! Kau tidak akan pernah bisa mencuri lagi,
tupai nakal!"
Kemudian ia mengambil tupai itu dan membawanya pulang.


Diceritakan kembali oleh Nurmini Desy


-------------------
Monday, October 06, 2003
YMC : Dongeng Pagi - Kisah Seekor Gajah Putih
-------------------


Seekor induk gajah, yang memiliki bulu kelabu kehitaman, hidup di sebuah
hutan. Ia memiliki seekor anak yang bulunya jauh berbeda dengannya. Bulu
anak gajah itu putih mulus. Orang menyebutnya sebagai gajah putih atau
bulai. Induk gajah merasa amat bangga, sebab gajah putih amat dipuja dan
dihormati di Thailand.

Anak gajah itu tumbuh menjadi gajah dewasa yang tampan. Dia sudah bisa
mencari makan sendiri. Induk gajah berpendapat, anaknya adalah gajah
istimewa. Sebab, bulunya yang putih mulus amat langka. Maka dia pikir, jika
gajah itu tetap berada di hutan, dia akan tetap menjadi seekor gajah biasa.
Gajah yang harus bekerja keras untuk memperoleh makanan.

"Tetapi jika ia hidup di kota, maka ia akan mendapat perlakuan istimewa.
Orang-orang memuja dan menghormatinya. Dia tidak harus bekerja membanting
tulang untuk memperoleh makan. Sebab orang-orang sudah memberinya makanan,"
batin induk gajah.

Maka suatu hari induk gajah memanggil anaknya dan berkata,"Nak, kau tak
pantas tinggal terus di sini. Tempatmu bukan di hutan. Tetapi di kota. Di
sana kau adalah gajah istimewa. Kau tidak perlu membanting tulang. Kau akan
mendapat makanan, bahkan dipuja-puja dan disembah-sembah. Sebab kau
dipercaya keturunan dewa gajah."

Gajah putih itu amat santun dan penurut. Maka dia menjawab, "Ya, Mak,
seandainya itu yang Emak anggap terbaik bagi saya."
Induk gajah memberi nasihat agar gajah putih bertabiat sopan, sabar, dan
menuruti kata-kata penduduk.

Gajah putih meninggalkan hutan. Tak lama kemudian ia tiba di sebuah desa.
Sosoknya menjadi bahan tontonan. Para penduduk desa keluar untuk menyaksikan
hal langka ini. Suasana menjadi amat ribut. "Lihat! Seekor gajah putih
memasuki desa kita!"
Sejak itulah gajah putih tinggal di desa. Pada malam hari ia akan pergi
tidur di lereng bukit.

Esoknya dia akan berjalan kaki keliling kampung. Mendatangi rumah demi
rumah. Pemilik rumah menyerahkan makanan ala kadarnya. Gajah putih merasa
amat bahagia.
Tetapi beberapa waktu kemudian para penduduk mulai mencoba memberi gajah
putih perintah. Awalnya, seorang penduduk memberi setandan pisang, tetapi
lalu menyerahkan padanya sebuah ember, dan memintanya mencarikan air.

Lama-lama kebiasaan ini ditiru penduduk lain. Sebagai upah makanan yang
diterima, gajah putih disuruh melakukan ini itu. Seperti memindahkan kayu
bakar, mengangkat beban, bahkan hal-hal yang sepele. Jadi apa yang dilakukan
gajah putih tidak ubahnya seperti pekerjaan kuli upahan.

Kemudian tugas yang diberikan kepada gajah putih amat berat. Kini dengan
ancaman tidak akan diberi makanan kalau tidak patuh. Hati gajah putih
mendidih diperlakukan demikian. Tetapi ia tetap ingat kata-kata induknya,
agar sabar dan mematuhi kata-kata penduduk. Tetapi lama-lama kesabarannya
habis juga. Suatu hari ia lari kembali ke hutan.

Kepada induknya gajah putih mengisahkan pengalamannya. Sang induk mengangguk
tanda mengerti. Lalu setelah merenung sejenak dia berkata, "Aku yang salah,
Nak. Kau seekor gajah putih. Jadi seharusnya kau berlaku layaknya gajah
putih lain. Kau tidak pantas melakukan pekerjaan seperti menimba air atau
menyeret kayu gelondongan. Nah, kembalilah ke desa, tapi jangan mau
diperintah lagi."

Gajah putih kembali ke desa. Sampai di sana kedatangannya disambut para
penduduk. Mereka memberinya makan. Tetapi sesudah itu mereka memberinya
perintah ini itu.
Gajah putih teringat pesan induknya: ". Kau tak pantas melakukan pekerjaan
seperti menimba air atau menyeret kayu gelondongan." Maka ketika seorang
menyodorkan sebuah ember untuk diisi air, gajah putih mengibaskannya,
sehingga ember terlempar dari tangan. Begitu juga jika ia diminta
memindahkan kayu bakar. Didorongnya orang yang menyuruhnya sehingga jatuh
terjengkang. Maka para penduduk takut memerintah gajah putih lagi.

Orang-orang desa kemudian mempunyai anggapan lain. Mereka sependapat, "Gajah
putih ini keturunan dewa gajah. Bukan seperti gajah putih yang datang
duluan. Barangkali, yang dulu gajah putih tiruan. Gajah putih ini tidak
pantas hidup di desa. Seharusnya dia tinggal di istana. Kita harus
menyerahkannya kepada Raja."

Dengan penuh kehormatan para penduduk desa menggiring gajah putih ke istana.
Kini gajah putih menjadi piaraan Kerajaan. Hidupnya amat terjamin serta
dipuja dan dihormati semua orang.


Diceritakan oleh Kadir Wong


| bibipbondry posted at 3:50 AM |


0 Comments:

Want to Post a Comment?

Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com